24 September 2008
puasa di mesir
contohnya: datangnya buka puasa orang di jalan berdiri di tengah jalan untuk membagikan minuman2 atau kurma dan di tempat lain orang bergombolan datang di maidatuh rohman untuk perbuka puasa yang gratis dan lengkap dengan makanan ala mesir dan minuman
10 October 2007
Surga dan Amarah
“Anjing! Dikira aku ini apaan.” Kalimat-kalimat kotor dan celaan sering kita dengar di sekeliling lingkungan kita. Entah karena spontan atau karena sudah kebiasaan. Tidak cukup sampai di situ, kadangkala, semburan kalimat-kalimat tidak pantas masih dibarengi dengan tindakan lain sebagai ekpresi amarah. “Brak!. Lihat saja nanti!, “ ujarnya sembari membanting pintu.
Contoh di atas adalah ekpresi dari rasa amarah seseorang. Amarah adalah sikap alamiah yang dimiliki manusia. Ekpresi amarah, bentuknya bisa bermacam-macam. Mulai yang ringan hingga yang berat.
Amarah sering terjadi pada tingkatan-tingkatan tertentu. Umumnya, sebagai ekspresi kekecewaan, kebencian atau bentuk dari sikap kaum kuat pada yang lemah. Misalnya; atasan pada bawahan. Tua pada yang muda, suami pada istrinya, kakak terhadap adiknya, begitu seterusnya. Pada level-level seperti, ekpresi amarah relative lebih cepat terjadi.
Meski salah, amarah sering juga dianggap sebagai bentuk dari sikap menjaga wibawa, gengsi atau harga diri. Meski dari ketiga itu adalah sama-sama dari bentuk kesombongan yang hinggap pada diri seseorang. “Sori, jika aku mengalah, itu membuktikan aku lemah. Aku harus melawannya, “ begitu kalimat yang sering meluncur pada hati orang-orang yang diliputi perasaan gengsi. Yang lebih parah, ketika menganggap amarah sebagai bentuk keberanian.
Sering kita lihat di sekeliling kita, bagaimana ketika dua orang yang sedang bertengkar justru semakin ganas dan semakin tidak terkontrol dikala sebagian orang justru sedang menengahi alias memisahkannya. “Jangan pegangi, lepas saja saya,” begitu ucapnya ketika sedang dilerai. Di hadapan banyak orang, ia seolah ingin menunjukkan ‘kekuatannya’ pada pihak lawan. Intinya, antara gensi, sombong dan amarah, bedanya ibarat sehelai rambut.
Karena itu, Islam lebih memuliakan orang-orang yang bisa mengendalikan diri dari rasa amarah di dadanya. Bahkan bagi yang mampu mengendalikan rasa amarah, Allah sendiri yang langsung menjanjikan kemuliaan padanya.
Rasulullah bersabda, “Man kaffa ghadhabahu kaffa Ilaahu’anhu adzaabahu wa mani’tadza ilaa rabbihii qabilallahu wa man hazana lisaanuhu satrallahu’auratahu.” [“Barangsiapa mampu mencegah kemarahannya, maka dicegah oleh Allah daripadanya akan azabNya. Dan barangsiapa yang meminta udzur kepada Tuhannya, maka Allah menerima udzurnya. Dan barangsiapa menjaga lidahnya [menahannya], niscaya Allah akan menutup auratnya]
Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya neraka jahanam itu mempunyai satu pintu, yang tidak dapat dimasukinya, selain orang yang sembuh kemarahannya dengan perbuatan maksiat kepada Allah ta’ala.” [HR. Ibnu Abi Dunya dari Ibnu Abbas]
Selain itu, Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa mampu menahan kemarahannya dan ia sanggup melaksanakannya, maka ia dipanggil oleh Allah di hadapan manusia ramai dan ia disuruh memilih, diantara bidadari yang dia kehendaki.” [HR. Ibnu Abi Dunya dari Mu’adz bin Anas]
Begitu pentingnya amalan menahan amarah, sampai-sampai Allah tidak segan-segan memberi ganjaran luar biasa baginya. Menurut Rasulullah, “Laa tahdzab wa lakal jannah.” (Janganlah marah bagimu surga).[HR. Bukhari]
Ramadhan kali ini, adalah saat yang tepat bagi kita untuk melatih dan mengendalikan diri dari kebiasaan marah. Dan akan lebih baik lagi jika latihan ini tetap dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya.
06 October 2007
Jarum Kakek di Tubuh Cuifen
30 September 2007
Hari Ini, Sepiring Berdua
Tapi kasihan ayah, kan hari ini puasa...". Sang suami itu pun membalasnya dengan tenang untuk menutupi dan menahan rasa sedihnya menghadapi ujian rezeki kala itu. "Alhamdulillah, ini yang kita dapatkan hari ini". Sedangkan pikirannya sudah terisi kegundahan, apa yang akan dimakan esok hari. Begitulah salah satu gambaran nuansa kehidupan sebuah keluarga. Ada kalanya sebuah keluarga mengalami masa-masa kekurangan dan kesempitan. Terlebih lagi bagi mereka yang mengawali rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas. Hidup yang memprihatinkan harus dijalani dengan pengorbanan dan kemampuan 'berhitung' terhadap pengeluaran dan pemasukan.
Berdirinya sebuah rumah tangga dapat diawali dengan adanya kesepakatan pasangan terhadap berbagai hal. Yang terpenting, masing-masing dapat menjaga citra diri demi berlangsungnya pernikahan. Semangat ini pun mesti dibalut dengan keyakinan bahwa rezeki pasti akan diperoleh. Meski demikian, setelah akad nikah, dalam perjalanan hidup rumah tangga, komitmen yang telah disepakati tak jarang berubah menjadi hal yang berbeda. Selain karena perubahanan waktu dan suasana, keinginan dan harapan yang ada akan mengarahkan pada sesuatu yang lebih ideal untuk diwujudkan. Bahkan hal-hal yang dulu tidak sempat kita pikirkan, satu per satu akan mulai tampak.
Yaitu, mulai dari sifat, sikap, dan kemampuan pasangan dalam menghadapi dan mengelola hiruk pikuk rumah tangga. Masalah-masalah yang sebenarnya sepele, sangat mungkin menimbulkan permasalahan sehingga memicu ketidakharmonisan hubungan antara suami istri. Pasangan suami istri yang tengah menghadapi ujian seperti itu, sebaiknya menengok kembali kesepakatan yang pernah dibuat bersama dengan penuh tanggung jawab. Tidak saling menyalahkan atau bahkan membebankan dan menuntut kepada suami atau mencari kesalahan dan sebab akibat kepada istri, merupakan salah satu alternatif solusi terbaik. Dalam rumah tangga tak mungkin antara suami dan istri hidup hanya berdasarkan kebutuhan dan keputusan masing-masing. Semuanya harus bersama siap menghadapi berbagai risiko.
Nikmati sebuah 'tim kerja' yang diikat oleh ikatan hati dan semangat dalam kebersamaan. Dalam keadaan yang tak nyaman inilah menjadi saat tepat untuk memperbaharui komitmen dan membuat rencana kedepan yang lebih matang. Mulailah membangun indahnya kebersamaan penuh kesabaran. Terimalah keadaan dengan menikmatinya dan berbahagia dengan apa yang ada. Janganlah ragu untuk menahan diri dari meminta dan berharap dari orang lain. Pertahankan harga diri bersama-sama, sekalipun harus makan sepiring berdua atau menahan lapar bersama-sama. Curahkan isi hati kepada orang-orang yang bijak dan memiliki ilmu. Masukan pendapat orang lain tak jarang akan membuat cara kita berpikir dan bertindak lebih memiliki nilai ilmu daripada mengedepankan emosional.
Semuanya itu tak pelak pada akhirnya akan mengantarkan kita lebih mengerti apa yang seharusnya dilakukan. Tambahkan kekuatan semangat dalam menjalani kehidupan dengan terus mendekat kepada pemilik kehidupan ini dalam rangkaian ikhtiar kita. Ringankan hati dengan terus berupaya berbaik sangka terhadap semua yang terjadi pada diri kita. Sadarilah bahwa episode yang terlewati merupakan jalan mematangkan dan memuliakan diri kita di hadapan-Nya. Dalam situasi apapun, bila kita telah memperbaiki komitmen, maka tak ada sesuatu hal yang sulit dan menyedihkan. Sebab kita akan mengetahui arti senang ketika telah merasakan kesedihan. Maka janganlah sedih bila hari ini makan malam kita hanya sepiring berdua. Wallahu'alam.
( Mahyudin Purwanto )